Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Jumat, 07 Maret 2014

Mengajari Anak Tidak Korupsi Sejak Dini, Malah Korupsi . Saya sudah terlanjur memperlihatkan kebebasan kepada anak saya yang berusia 8 dan 12 tahun untuk menggunakan leptop. Awalnya anak yang berusia 5 tahun ketika itu saya bebaskan memegang leptop untuk main game. Leptop tidak sanggup dibuka tanpa memasukkan kata password. Anak saya terpaksa mengingat abjad demi abjad untuk sanggup menuliskan password tersebut setiap kali akan membuka leptop. Dari situ anak saya juga sanggup membaca dengan fasih sebelum masuk kelas 1 SD.
Anaku Mulki Shiroth Firdaus
Lama-kelamaan, anak saya semakin mengerti bagaimana membuka internet. Sekarang anak tersebut sudah duduk di kelas 2 SD, sudah tak absurd lagi dengan internet. Kebetulan anak saya Alhamdulillah mengerti hal yang berbau fornografi, sehingga setiap melihat gambar yang seronok ia bilang “itu gak boleh diihat dusun” (dusun = tidak sopan). Sepanjang pengawasan saya, anak saya membuka internet hanya sebatas untuk hal-hal tertentu. Misalnya, mencari pola pantun anak-anak, mencari dan mencatat kode-kode GTA (kode pada PS), membaca dongeng anak-anak, game online, dan membuka akun facebook miliknya. 
Ketika anakku mencari isyarat GTA di internet
Tentu saja kebebasan tersebut mengandung konsekwensi bagi saya sendiri. Setiap saya akan googling dan atau posting di blog ini saya harus menunggu anak saya tamat menggunakan leptop. Dan sebaliknya, ketika saya sedang menggunakan leptop sementara ia kebelet ingin memakainya, ia selalu mendesak meminta bergantian. Ketika itulah, ia selalu nongkrong bersama saya menunggu hingga diberikannya leptop, sambil sama-sama ikut melihat apa yang sedang saya baca. Biasanya, berita-berita yang saya baca tidak jauh dari duduk perkara korupsi yang terjadi di banyak sekali kawasan terutama Banten. Situs yang saya baca selalu merdeka.com.
Ketika anak saya melihat judul yang ada kata korupsi, sepontan bertanya wacana artinya. “Korupsi itu apa sih, Pah?”  Jawaban saya ialah korupsi itu orang maling duit Negara. “Dosa nggak Pah?” Iya, niscaya dosa, itu kan maling. “Emang duit negaranya disimpan di mana Pah, di Bank, kok dipaling sih?” Bukan, maling duit Negara itu misalnya, Papah mendapatkan uang dari Pemerintah untuk ngebangun sekolahan. Terus beli semen 10 sak diakunya 20 sak, ngebohong alasannya ingin untung. Harga semen seribu, diakunya dua ribu, yang seribunya buat Papah. Nah, itu namanya korupsi. “Oh, gitu”. Sejak itu anak saya rupanya sedikit mengerti apa yang disebut korupsi.
Ini menunjukan bahwa anak saya mengerti wacana pengertian korupsi dalam konteks yang lain. Pada suatu hari saya menyuruhnya membeli sebungkus rokok dengan uang tidak pas alias ada kembaliannya. Pulang dari warung, sambil memperlihatkan rokok dan uang kembalian, ia ngomong: “Pah, maaf ya, Engki korupsi seribu buat beli ale-ale !” Ya, sudah lain kali izin dulu sama Papah ya, korupsi ga boleh. “Ya, Pah”.
Mulki Shiroth Firdaus Kelas I SD
Dari gara-gara di atas, anak saya paham wacana korupsi. Tapi di sisi lain malah bikin modus menilep uang seribu buat beli ale-ale, dikatakannya korupsi pula. Hahahah…! Lalu, yang secara idealis saya ajarkan pada anak saya tadi, bergotong-royong mengajari anak semenjak dini semoga tidak korupsi, atau malah mengajari korupsi?
Tulisan Pengantar Tidur, Maret 2014

0 komentar:

Posting Komentar