Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Jumat, 01 Agustus 2014

Revolusi Mental Itu Sudah Dimulai . Istilah revolusi mental yang dibesutkan oleh capres nomor urut 2 kemarin, Joko Widodo, gotong royong belum sepenuhnya dipahami oleh sebagian rakyat Indonesia terutama pada tataran arus bawah. Saya sendiri belum membaca isi artikel Jokowi yang berjudul “Revolusi Mental” yang pernah dimuat di media kompas yang menjadikan polemik itu. Wajar rakyat tidak serta merta mengerti maksud si penggagas, alasannya yaitu wangsit atau jadwal tersebut termasuk jadwal cerdas, yang membutuhkan kecerdasan. Berbeda dengan apabila capres menyampaikan bahwa ia akan menggratiskan biaya pendidikan dari SD hingga SMA. Tanpa makan dingklik sekolah pun orang akan pribadi mengerti.
Mengapa harus ada revolusi mental? Memangnya mental yang dimiliki bangsa Indonesia itu kini ini mental apa? Mental korup, nepotisme, mental kerupuk, mental tempe, mental santai, mental pesimis, atau mental apa? Ataukah malah sudah terjadi pemborongan kepemilikan semua mental-mental kerdil itu semua? Wah, bila ya, semua orang akan menyampaikan ini berbahaya. Ya, berbahaya. Mental Korupsi, Kolusi dan Nepotisme misalnya, apabila tidak diberantas, maka lama-lama akan merubah abjad bangsa pada sisi lain, contohnya menjadikan anak bangsa bermental pesimis dan lemah untuk berjuang alasannya yaitu kehilangan motivasi. Satu referensi nyata, adik aku sendiri. Dia lulus dari Sekolah Menengan Atas bergengsi di Banten yaitu Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Serang (SMANSA). Setelah lulus beliau nganggur 1 tahun alasannya yaitu orang bau tanah sudah tidak bisa membiayainya untuk melanjutkan kuliah. Dengan dorongan kami bersaudara, beliau akibatnya masuk kuliah di perguruan tinggi swasta di Serang. Adik aku gotong royong dalam menentukan belajar/kuliah sedikit idealis, beliau inginnya di perguruan tinggi negeri yang ternama. Namun alasannya yaitu pertimbangan segala hal keterbatasan, terpaksa beliau mau kuliah di perguruan tinggi yang berimej yang penting cepat lulus dan sanggup Ijazah. Mengapa demikian? Karena beliau sadar, sering menyaksikan bahwa siapa pun dan ijazah apa pun apabila punya duit untuk nyogok, maka jadilah ia seorang pegawai negeri (PNS). Satu tuh, abjad berubah. Karakter untuk menjadi anak bangsa yang cerdas dan potensial, bermetamorfosis abjad abal-abal. Tapi itu yaitu konsekwensi logis dari yang dipraktekan oleh pemerintah, terutama di Banten.
Adik aku kuliah sambil honor di instansi pemerintah dengan honor cukup untuk beli bensin sebulan. Dia kuliah alasannya yaitu ada keinginan sanggup diangkat menjadi PNS. S1 yaitu syarat bisa melamar menjadi PNS dikala ini. Namun fenomena selalu menunjukkan yang beruang yang menang. Bagi adik aku menurutnya tidak akan mungkin sanggup menembus PNS bila harus dengan cara sogokan duit ratusan juta. Kuliah saja sering nunggak, alasannya yaitu tergantung kami. Sementara beliau tetap menikah walaupun keinginan masa depan masih tak menentu. Menjadi honorer cukup lama, punya S1 pun belum tentu sukses alasannya yaitu KKN tadi. Lalu apa lagi yang terjadi? Dia berhenti kuliah seakan prustrasi, alasannya yaitu menganggap Ijazah akan percuma bila tidak punya uang, sementara usia terus bertambah. Usia yaitu salah satu syarat dalam melamar pekerjaan. Dua tuh, abjad anak bangsa berubah. Dalam satu perjuangan, 2 abjad berubah sekaligus. Dia sering mengatakan, zaman kini orang punya ijazah S1 didapat dari bawah pohon pisang pun bisa jadi PNS asal ada duit. Maka dalam kegalauannya, kami pun tak kuasa menahannya untuk tidak berhenti kuliah, alasannya yaitu memang beliau berada di persimpangan jalan. Dengan modal ijazah Sekolah Menengan Atas dan keahlian komputer, kini beliau menjadi karyawan di sebuah perusahaan finance sebagai kolektor (ARO).
Secuil referensi di atas, tidak tidak mungkin bila hal itu sudah menjangkiti jiwa jutaan anak bangsa. Bahkan penulis sering mendengar celotehan masyarakat di kampung, mereka menyekolahkan anak yang penting sanggup ijazah semoga bisa melamar ke pabrik. Banyak juga yang hanya tamat SMP, selanjutnya menentukan paket C. Lantas kapan bangsa ini akan melesat maju, bila prinsip masyarakatnya “yang penting sanggup ijazah”? Kenyataannya adalah, pelajar-pelajar zaman kini sudah sangat minim daya juangnya dalam meraih prestasi di dingklik sekolah. Sudah tidak ada lagi di kampung-kampung ada pelajar jadi kutu buku. Mereka yang penting pergi sekolah, pulang sekolah lempar tas dan kemudian main. Malamnya begadang dengan sahabat setetangga sambil nongkrong di pinggir jalan atau tempat-tempat tertentu, kemudian berangkat bareng sembari menggereng-gereng motor yang knalpotnya sebagian ada yang resing. Itulah trend dan lyfe style mereka. Penulis sangat tidak percaya bila gaya pelajar ibarat ini mempunyai potensi yang diperlukan secara akademik. Penulis sudah sering membuktikan. Belum pernah ada yang bisa menjawab setiap kali penulis menanyakan kepada mereka (keponakan dan teman-temannya, atau di luaran) wacana teori Darwin, teori Nebula, nama lambang unsur kimia, asal-usul rumus segitiga, dll, hingga perkalian pun kelas 3 Sekolah Menengah Pertama kebanyakan tidak hafal. Materi yang berkaiatan dengan pelajaran di sekolah nampaknya tetap aneh bagi mereka. Motivasi sudah tercabut dari mereka. Makanya, penulis termasuk orang yang sangat baiklah dengan tagline capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kala pada pilpres 9 Juli yang lalu, yaitu “Revolusi Mental”. Walaupun penulis tidak begitu mengerti akan dari mana dimulainya revolusi itu.
Pasangan Capres-Cawapres Jokowi-JK sudah ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang pada pilpres 9 Juli 2014. Rakyat akan segera menagih janji mereka ketika kampanye, termasuk implementasi revolusi mental tersebut. Secara otomatis, adanya revolusi mental berarti akan terjadi pula perubahan abjad bangsa yang lebih baik. Lantas kapan dimulainya revolusi mental tersebut? 

Perjalanan Karir Jokowi
Ketika Jokowi keluar sebagai pemenang pilpres yang akan menjadi presiden RI 2014-2019, sesungguhnya revolusi mental dan nuansa perubahan abjad itu sudah dimulai. Dengan terpilihnya Jokowi, seluruh rakyat Indonesia layak bermimpi menjadi presiden. Dan itu pernah dikatakan oleh Jokowi sebagaimana dilaansir di banyak sekali media online. Semua orang bisa bermimpi jadi presiden. Mengapa tidak, alasannya yaitu Jokowi berasal dari keluarga kalangan biasa, ekonomi orang tuanya pun tidak terlalu kaya. Perjalanan panjang Jokowilah yang menghantarkannya menjadi orang nomor 1 di negeri ini. Kesungguhan, kejujuran, dan bekerja untuk rakyat selama ini telah membuatnya dipercaya oleh 53 persen rakyat Indonesia yang memilih. Yang bau tanah boleh pesimis alasannya yaitu sudah kehilangan kesempatan bermimpi, tapi bagi ratusan juta anak bangsa yang masih muda yaitu jalan masih panjang untuk meneladani sosok Jokowi. Sehingga guru di sekolah-sekolah pun kini mempunyai materi untuk memotivasi siswanya dalam merubah abjad pesimis menjadi pejuang tangguh menatap masa depan tanpa memandang si kaya atau si miskin, alasannya yaitu prestasilah yang menjadi jaminan bukan uang.
Demikian, semoga.

0 komentar:

Posting Komentar