Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!
jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..
karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir ☺️☺️☺️☺️
Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900
caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas↑↑
tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya
Sabtu, 22 Oktober 2016


Percakapan Singkatku Bersama Rano Karno . Sebulan yang kemudian saya mengikuti training (diklat) perihal pembelajaran berbasis ICT di Hotel Sol Elite Marbella Anyer Kabupaten Serang. Diklat diselenggarakan oleh LPMP Banten bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Banten, jadi otomatis diklat ini pun berkelas provinsi. Pesertanya dari seluruh guru kelas tinggi seprovinsi Banten. Bukan hanya guru, tetapi Kepala Sekolah SD juga ikut. Diklat dibuka oleh Gubernur provinsi Banten Rano Karno.
Pemateri/widyaiswara diklat tentu saja dari orang-orang LPMP Banten, yang tentu saja dari mereka secara bahan dan pengalaman bisa disebut expert. Oh, ya, ada satu orang dari pusat, dia dari Ditjen PMPTK Kemdiknas, lebih expert.
Peserta yang begitu banyaknya, ruangan aula hotel Marbella bisa menampungnya, bahkan masih ada sekian meter luasnya yang tak terisi penerima diklat. Dan hotel ini juga pantas disebut hotel bintang 5, alasannya ruangan aula yang luas dengan penerima yang begitu banyak, AC-nya tetap bikin tubuh menggigil, tidak menyerupai hotel-hotel lainnya yang pernah saya singgahi.
Ada perkataan widyaiswara yang masih terngiang-ngiang di pendengaran saya adalah, kalimat motivasi untuk para guru. Widyaiswara dari Ditjen itu berkata “Bapak Ibu guru, pekerjaan guru itu amat mulia, oleh lantaran itu guru semuanya insya Allah masuk surga”. Ruangan dipenuhi gelak tawa ketika ada seorang penerima nyeletuk: “Pak, Kepala Sekolah juga masuk nirwana kan?”. “Waduh, jikalau kepala sekolaaahh.....(sambil meraba jidat, pandangan agak ke atas) saya ragu deh, soalnya kini ada dana Bos”, katanya. Sontak balasan itu disambut dengan tawa terbahak-bahak dari peserta. Sepertinya tak satupun dari penerima yang tak ketawa, kecuali guru yang lola atau tak pernah menaruh shuudzon sedikitpun terhadap para kepala sekolah.
Jam dua belas tepat, penerima keluar untuk istirahat - isoma (istirahat, sholat dan makan). Istilah isoma yang gak universal inilah (peserta non Islam kan gak sholat) yang selalu ditunggu-tunggu oleh peserta, terutama perokok berat menyerupai saya. Baru nongol pintu keluar eksklusif nyulut rokok.
Acara isoma dimanfaatkan oleh kebanyakan penerima untuk jalan-jalan di luar pagar hotel Marbella. Tentu saja jalan-jalan dilakukan seberes makan dan sholat. Pagar yang membatasi area Marbella dan pantai ini setiap hari ramai dengan pedagang majemuk dagangan. Jangan heran jikalau Anda direpotkan dengan pedagang belekan ikan Pe yang gede-gede itu, mereka ngedih gigih menawarkannya tak henti-hentinya.
Saya sebagai penerima yang gres kali itu mengenal Marbella, merasa ingin menelusuri setiap selokmek-selokmek Marbella dan pantainya. Oleh lantaran itu, saya mungkin termasuk penerima yang nampak paling katro dan ndeso, alasannya selain memandangi ombak air laut, juga sibuk memelototi yang ngambang di atasnya dengan hanya bertutupkan cangcut dan BH, siapa lagi jikalau bukan bule. Aduh, dilihat iman, tak dilihat eman. Akhirnya dinikmatin sajalah, toh saya menggunakan beling mata hitam.
Perjalananku menelusuri sisi pantai tak kusadari ternyata sudah jauh dari pintu masuk pantai tadi. Saya sudah hingga pada satu warung yang agak terpisah dari warung-warung yang lainnya. Agak sepi, hanya ada beberapa orang yang bertampang wibawa duduk jaraknya dari warung itu sepelemparan puntung rokok yang disentil. Kaget, bukan kepalang, ketika saya masuk ke warung tersebut hendak membeli kratingdeng, ada seseorang berkaca mata hitam menyerupai punya saya (warnanya aja, harganya punya saya cuma 4 ribu), duduk santai dan itu ternyata Rano Karno. Iyya, Rano Karno gubernur Banten !. Hampir tidak masuk nalar Rano yang gubernur nongkrong di warung pantai yang ndilalah kondisinya semrawut itu.
“Eh, Bapak, nyantai Pak?” Tanya saya memberanikan diri menyapa sambil menyalami tanpa cium tangan. Maaf, saya tidak biasa mencium tangan pejabat, jikalau mau hormat, cukup dengan perilaku merendahkan tubuh sambil senyum kerendahan hati saja. Berbeda dengan salaman dengan Kyai atau ustadz, saya juga suka mencium tangannya lantaran tujuan tabaruk dan memuliakan lantaran ilmunya. Itu pun masih pilih-pilih, jikalau ustadznya masih muda dan kelihatannya masih napsu curi-curi pandang bokong wanita bahenol, jangan harap saya mau mencium tangannya.
Pemirsa, bahwasanya saya kagok rasanya harus menggunakan sapaan apa kepada gubernur Banten itu. Di mataku, Rano masih serasa artis sinetron si doel anak sekolahan kaya dulu. Kayaknya lebih pas jikalau saya tetap memanggil Bang Rano. Tapi ya, masa begitu ya, blio kan kini gubernur.
“Oh, ya nih, sambil ngobrol-ngobrol ni, sama ibu warung ini. Dengan bapak siapa?” “Saya Johari Pak, penerima diklat dari Curug Kota Serang”. “Oh, silahkan duduk !”
Selanjutnya berikut ini kurang lebih percakapan singkat saya dengan Bapak Rano Karno:
Saya : “Maaf, Pak, apa Bapak sedang blusukan?”
Rano : “Oh, bisa aja kamu, gak cuma memanfaatkan waktu aja ni, tanya-tanya Ibu ini kenapa berjualan di sini, begitu. Bapak kan tadi sesudah membuka program gak eksklusif pulang, ngajak teman-teman itu ke sini. Bapak ngajar di mana?”
Rupanya 4 orang yang di belakang dan samping warung itu ialah pengawal belio. Pemirsa, untung saya tadi menyapanya dengan sapaan Bapak. Ternyata Rano juga sudah terbiasa membapakan orang-orang yang dianggap anak buahnya. Persis kaya guru SD jikalau sudah jadi kepala sekolah rupanya anti menyebut diri “saya” ketika ngobrol dengan anak buahnya walaupun anak buahnya itu usianya di atas dia. “Ibu mau rapat dulu ya” atau “Bapak mau rapat dulu ya”. Begitu biasanya para kepala sekolah kepada bawahannya.
Saya : “Di SD Tinggar 2 Pak, Kecamatan Curug Kota Serang”
Rano : “Bagaimana tadi, apakah sudah pada bahan pembelajara ICT? Ikuti dengan baik ya, cuma dua hari ini !”
Saya : “Insya Allah, Pak, saya juga suka kok dengan ICT”
Rano : “Penting ya, guru wajib bisa computer jangan TBC dan mengenal internet tuh. Apalagi sebentar lagi akan diterapkan moda daring untuk guru-guru terkait follow up hasil UKG.
Saya : “Betul, Pak, saya setuju”.
Tiba-tiba saya kebelet pengen berak, eh, pengen mengalihkan topik pembicaraan yang sedikit rada amis pulitik. Saya hasilnya memberanikan diri, biarin pikirku sok akrab. Dan memang saya terbawa arus keakraban Bang Rano (tuh, kan enakan pake Bang..). Seolah tak ada jurang pemisah, tak ada bedanya antara saya dan Mukidi.
Saya : “Maaf, Pak, bagaimana rencana Bapak tahun 2017 mendatang. Apakah Bapak masih siap memimpin Banten?” Jieleehh...gayanya pertanyaanku, kaya jurnalis aja.
Rano : “Insya Allah, jikalau rakyat Banten masih mempercayai saya. Di kalangan Bapak sendiri guru-guru bagaimana masih siap dipimpin saya?”
Kelenger aku, ora selampak, pertanyaan Pak Gubernur sungguh mojokaken. Seandainya kami guru sudah gak mendukung, siapa yang berani togmol jawab tidak. Apalagi cecindul model saya. Lha saya itu orangnya paling gak bisaan jikalau nyekak di hadapan yang bersangkutan, wong cewek buruk aja saya bilang bagus jikalau ada temen mosting foto di fesbuk.
Saya : “Oh, terang Pak, kami masih mendukung. Asal Bapak jangan mengikuti yang sudah-sudah ya, Pak. Heheheh...”
Rano : “Maksudnya?. Korupsi?”
Saya : “Bukan, Pak, masuk KPK maksud saya”
Rano : “Oh, ya, sama aja itu. Dijamin saya tidak akan melaksanakan itu. Oleh lantaran itu saya tidak akan mengambil wakil dari kalangan dinasti. Bukan artinya saya takut dia korupsi, tapi saya membaca bahwa rakyat Banten ini sudah kehilangan kepercayaan terhadap keluarga itu. Tentu saja hal itu akan sangat merugikan saya. Dan, ingat, saya ini masih ingat sosok si Doel Anak Sekolahan yang saya perankan dulu. Saya ingin menerapkannya dalam dunia nyata, baik sebagai pejabat maupun jadi rakyat biasa”.
Saya : “Aduh, Pak, jikalau ngomong-ngomong si Doel Anak Sekolahan, saya ingat jaman dulu. Saya gak pernah ketinggalan nonton sinetron itu Pak. Sepertinya si Doel itu menjadi idola semua penontonnya. Saking senenngnya sinetron itu, saya mau saja nganterin accu tv tetangga di bawa ke tukang setrum. Maklum Pak, waktu itu di kampung saya belum ada listrik. Oh, ya Pak, ngomong-ngomong kini mereka di mana Pak?”
Rano : “Mereka siapa, Pak?”
Saya : “Oh, maksud saya temen-temen Bapak di sinetron itu, Pak. Sarah, Zaenab, Hans, Roy, Sabeni, Atun, Karyo, Mandra, Rohim, Bendot, William dan Engkong Ali”.
Rano : “Ooh.....itu kami namainya sebagai keluarga Doel. Mereka sebagian besar masih ada, ada beberapa yang sudah meninggal”.
Saya : “Teru....(sebelum hingga pada abjad S, klepak !!, terasa kaki saya ada yang mukul). Saya sangat terkejut dan eksklusif membaca: Alhamdulillahiladzi ahyana ba’da ma amattana wailaihinnusuur. Rupanya saya tadi itu mimpi, dan istri membangunkan saya lantaran belum dewasa perlu uang jajan dan ongkos sekolah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar