![]() |
Aburizal Bakri/Ical (kiri) dan Agung Laksono (kanan) |
Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!
jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..
karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir ☺️☺️☺️☺️
Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900
caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas↑↑
tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya
Sabtu, 13 Desember 2014


Analisisku Di Balik Pecahnya Golkar . Saya rasa bukan Golkar namanya kalau tidak berakal memainkan tugas dalam panggung politik dalam situasi apa pun. Para politisi Golkar di sentra dan tempat semua terbilang kebanyakan sudah kenyang makan asam garam politik. Tidak mungkin Golkar pecah sungguhan. Kalau Golkar bikin kisruh di Partai lain, semisal internal PDI jaman dulu, itu ahlinya. Orang Golkar menyusup akal-akalan orang PDI, itu sudah tradisi. Nah, kalau Golkar pecah sungguhan, tampaknya tidak mungkin.
Memang, dari awal sebelum Pilpres Golkar terbelah jadi 2 kubu. Karena di sana ada loyalis Jusuf Kalla yang menghendaki mendukung pasangan Jokowi-JK dan ada kubu Ical yang masghul tak laris dijual sepeser pun yang ngotot mendukung Prabowo. Namun dinamika politik begitu hidup dan sangat terasa kekerasan dari kedua kontestan. Sehingga orang-orang Golkar bekerjsama relative nyaman dengan bergabungnya di kubu Prabowo. Dalam situasi masa itu Golkar lihai dan cerdas bagaimana memainkan peran. Golkar bahkan partai mana pun sudah sangat terang sudah sanggup membaca dan menakar nasibnya masing-masing jikalau capres yang mereka dukung kalah. Sampai-sampai mereka (khususnya Golkar) sudah memikirkan nasibnya lima tahun ke depan. Maka Golkar dan partai pendukungnya membentuk Koalisi Merah Putih alias KMP. Dan, di sini motor penggeraknya ialah Golkar. Semua setuju membentuk KMP lantaran bertujuan menjegal semua hak dan langkah-langkah kubu sebelah. Dengan terbentuknya koalisi, maka semua unsur pimpinan dan semacamnya akan dengan simpel direbut oleh Partai yang tergabung dalam KMP. Itu menjadi kenyataan. Dan koalisi sebelah (KIH) berhasil dibuat gigit jari. Jika tidak dibuat KMP, mustahil pendukung Prabowo menguasai parlemen, dan mustahil pula partai pendukung Prabowo menerima jabatan-jabatan strategis di parlemen.
Dinamika politik terus berjalan. Dil-dil politik dan taktik bukan hanya dimainkan oleh KMP, namun tentunya dilakukan pula oleh internal partai itu sendiri bagaimana memanfaatkan KMP.
Tentu saja semua anggota KMP akan bermunafik ria menanggapi pendapat-pendapat yang menyatakan koalisi merah putih tak akan bertahan lama. Pernyataan dari luar yang menyatakan KMP suatu ketika akan bubar merupakan respon terhadap koar mereka bahwa koalisinya ialah permanen. Sebenarnya mereka sudah tahu KMP mustahil bertahan permanen. Nah, di sisi inilah mereka sedang ngibuli Prabowo (Gerindra). Prabowo dengan Gerindranya bahagia dijunjung tinggi oleh KMP padahal kepentingannya hanya untuk sesaat. Bagi-bagi jabatan, menciptakan UUMD3, dan UU Pilkada.
Waduh, analisisnya kok muter-muter dahulu ya. Ok-lah, kita kembali kepada inti pembicaraan yakni di balik pecahnya Golkar.
Golkar bermain bagus dalam KMP. Namun Golkar bukanlah partai abal-abal apalagi ecek-ecek. Golkar senior dan dewasa. Melalui KMP, Golkar di DPR mengibaratkan diri sebagai sebuah rumah yang masih kosong belum ada apa-apanya. Maka Golkar harus memenuhi dahulu rumahnya dengan perabot dan alat-alat rumah tangganya. Maka beberapa jabatan kekuasaan didapat. Baru sehabis itu, keluar dari KMP. Lantas harus dengan begitu sajakah menyatakan keluar? Anak kecil namanya kalau begitu saja keluar meninggalkan rasa sakit buat Gerindra terlebih-lebih Prabowo. Kecantikan bermain Golkar tak perlu diragukan lagi di arena pentas politik. Di samping tidak etis Golkar pun tidak ingin dicap macam-macam oleh rakyat yang menyaksikan sandiwaranya. Maka mau tak mau, Golkar harus akal-akalan pecah serius-seriusan. Padahal di belakang layar, mereka secara internal mengatur siasat. Ical yang telah gagal membawa Golkar selama ini sudah menyadari untuk diganti oleh yang lain, yaitu Agung Laksono. Namun Ical ngotot mencalonkan diri lagi menjadi Ketum dan menyelenggarakan Munas IX di Bali. Sementara Agung Laksono menciptakan Munas Tandingan di Ancol dengan waktu yang berbeda. Pecahlah Golkar menjadi dua kubu dengan dua kepengurusan. Quo vadis Golkar? Golkar akan keluar KMP dan mendukung pemerintahan gres atau setidaknya di luar pemerintahan namun tidak juga di KMP. Jika nanti merapat ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH) kubu manakah yang menang, Ical atau Agung? Tentu saja Agung Laksono. Nah, Icalnya gimana dong?!!! Itu soal gampang, bro ! Islah saja beres. Ical legowo dan ngalah membiarkan kubu Agung mengambil kendali Golkar dengan segala statement Ical yang penuh kenegarawanan. Tentu saja babak ini akan dimainkan terkahir sehabis Menkumham mengesyahkan kubu Agung Laksono. Cantik bukan? Keluar KMP tanpa ada yang tersakiti. Golkar keluar, dan PPP juga keluar. Maka KMP akan menjadi macan ompong. Percuma KMP ada, maka selanjutnya secara alamiah partai-partai yang lain mirip PAN, PKS dan Demokrat dengan sendirinya akan keluar juga. Prabowo dengan Gerindranya tidak punya teman sejati.
Ada baiknya anggota KMP keluar lebih cepat dengan caranya yang bagus mirip Golkar. Lebih cepat lebih baik, lantaran jikalau terjadi di tahun ke-4 atau menjelang pilpres, sandiwaranya akan kentara di mata rakyat.
Waallahu’alam. Namanya juga analisis. Yang menganalisis orang awam. Tapi mari tunggu endingnya mirip apa, tepatkah analisisku? Jika tepat, Joy teaaaaaa......!!!
Hahahahah.......
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar