![]() |
Gambar diambil dari : google |
Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!
jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..
karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir ☺️☺️☺️☺️
Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900
caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas↑↑
tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya
Sabtu, 04 Oktober 2014


Warisan Penting SBY : Jangan Bodohi Rakyat . Kau yang mulai, kamu yang mengakhiri. Begitulah. Sepuluh tahun lalu, SBY menerima sambutan luar biasa dari media massa menjelang pencalonan presiden; kini, beliau juga menerima sambutan luar biasa dari media massa, menjelang purna tugas.
Bedanya, dulu, beliau menerima simpati dan dukungan, sehabis secara sempurna memposisikan diri sebagai pihak yang dizalimi penguasa; kini, beliau mendapatkan antipati dan kecaman, sehabis manuver politiknya mencederai perasaan publik.
Dukungan yang tiba dari rakyat ketika hendak mencalonkan menjadi presiden ketika itu, mungkin tidak sebanding dengan kecaman yang tiba dari rakyat menjelang berakhirnya kiprah kepresidenan ketika ini. Sebab, kecaman tidak saja dari media massa, tetapi juga dari media sosial. Media massa sanggup saja "menghaluskan" sumpah serapah massa, tetapi di media sosial, rakyat bebas ngomong apa saja.
Kesebalan dan kemarahan sudah demikian memuncak, sehingga politik sopan santun yang SBY serukan selama sepuluh tahun, malah berbuah kelugasan dan bahkan sarkasme massal. Tagar ShameOnYou, ShameByYou, dan ShameByYouAgain dalam media umum twitter yaitu beberapa contoh. Belum lagi caci maki yang muncul di Facebook, Youtube, dan Instagram.
SBY pun menjadi satu-satunya kepala pemerintahan yang paling banyak dikecam rakyat sendiri. Dan celakanya, kecaman itu disaksikan oleh warga dunia. Kemarahan rakyat pun menjadi berita media internasional. Akibatnya, SBY tidak jenak selama lawatannya di Amerika Serikat dan Jepang. Dia mempercepat kegiatan pulang.
Sungguh sangat tidak enak. Masa jabatan berakhir dalam hitungan hari, tapi perkara politik demikian pelik. Tak cukup minta masukan anggota kabinet dan tim ahlinya, SBY juga mengundang Yusril Ihza Mahendra ke Jepang. Ya sekadar mau dengar sarannya.
Semuanya berawal dari politik jaga gambaran yang diyakininya. Ketika publik mengecam kehendak secara umum dikuasai DPR hendak mengembalikan pemilihan kepala kawasan (pilkada) kepada DPRD, SBY mencoba meresponnya secara positif. Katanya, pilkada pribadi yaitu serpihan reformasi yang harus dipertahankan dan diperbaiki. Dia menjanjikan akan berusaha keras untuk mempertahankan pilkada langsung.
Mungkin beliau percaya, pernyataan itu sanggup meredam rakyat yang mulai gelisah. Mungkin juga beliau mengira, pernyataan itu sanggup membuatnya terlepas dari tanggung jawab: beliau sudah berkomitmen, beliau sudah berusaha keras, tetapi yang memutuskan kan DPR, bukan dirinya. Jadi, tidak perlu risau dengan tuntutan publik.
Rupanya beliau tidak menyadari, main sandiwaranya sudah diketahui banyak orang. Bagaimana tidak, sedari awal, pemerintah, melalui Kemendagri menyodorkan naskah RUU Pilkada yang berisi pemilihan gubernur oleh DPRD dan bupati/wali kota oleh rakyat. Meski dalam perjalanannya, sehabis menerima tantangan fraksi-fraksi DPR, pemerintah berubah haluan: gubernur dipilih oleh rakyat, bupati/wali kota dipilih oleh DPRD, tetap saja intinya: pemerintah ingin mengubah praktik pilkada pribadi menjadi pilkada oleh DPRD.
Apalagi ditambah dengan permainan politik di DPR, di mana Partai Demokrat sering bergonta-ganti rupa: kadang dukung pilkada oleh DPRD, kadang dukung pilkada langsung, kadang menegaskan diri menjadi penyeimbang. Semuanya menjadi jelas. SBY hanya akal-akalan pro pilkada langsung, tetapi sejatinya tidak.
Mungkin kalau beliau tidak menjanjikan akan berusaha keras mempertahankan pilkada langsung, mungkin kalau beliau tidak mengaku kecewa hasil voting, mungkin kalau beliau tidak mengaku murka terhadap agresi walk out Fraksi Partai Demokrat; kemarahan rakyat terhadap dirinya tidak sebesar ini. Paling rakyat akan menyimpulkan: ya memang perilaku politik SBY tidak mendukung pilkada langsung. Kecewa berat, dan mendapatkan kenyataan: kalah bertarung sama elit politik.
Tetapi alasannya beliau juga membohongi rakyat, maka kemarahan jadi berlipat. Kenapa? Ya alasannya pernyataan SBY selama ini sama dengan merendahkan kecerdasan dan martabat rakyat. Rakyat mana yang mau dibohongi, dibodoh-bodohi, dan direndahkan. Oleh pemimpinnya sendiri lagi. Hal ini tidak ada presedennya di masyarakat moderen mana pun. Hanya orang terbelakang yang menganggap rakyat bodoh.
Oleh : Didik Supriyanto
Sumber : Merdeka.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar