Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Selasa, 07 Oktober 2014

Pemilihan Ketua MPR RI Periode 2014-2019. Malam ini, Selasa (7/10/2014) di gedung DPR/MPR RI telah berlangsung pemilihan Ketua MPR RI dengan cara voting. Jumlah anggota yang melakukan hak pilihnya sebanyak 680 orang yang hadir dari 692 anggota. Calon para Ketua MPR dalam bentuk paket pimpinan MPR terdiri dari dua paket calon pimpinan MPR, yakni paket A dan Paket B. Paket calon pimpinan sebelumnya diusulkan oleh DPD dan tiap-tiap fraksi Partai masing-masing. Sidang paripurna dipimpin oleh Maimanah Umar dari anggota Partai Gerindra. Pemungutan bunyi secara voting tertutup dimulai pada pukul 23.51 WIB.

Penghitungan Suara


Sidang Paripurna MPR Memilih Pimpinan MPR RI
 
Berikut ini paket nama calon pimpinan MPR yang bersaing.
Paket A mengusung Oesman Sapta Odang sebagai calon Ketua MPR, Ahmad Basarah sebagai Calon Wakil Ketua MPR, Imam Nachrawi sebagai Calon Wakil Ketua MPR, Patrice Rio Capella sebagai Calon Wakil Ketua MPR, Hasrul Azwar sebagai calon wakil ketua MPR. Fraksi yang mengusulkan paket ini yakni fraksi Koalisi Indonesia Hebat, yakni PDIP, Hanura, PPP, Partai NasDem, PKB, dan DPD.
Kemudian paket B mengusung Calon ketua MPR Zulkifli Hasan, Calon wakil ketua MPR : Mahyuddin sebagai Calon Wakil Ketua MPR, EE Mangindaan sebagai Calon Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid sebagai Calon Wakil Ketua MPR, dan Oesman Sapta Odang sebagai Calon Wakil Ketua MPR. Paket petama (A) ini diusung oleh Partai Golkar, Gerindra, PKS, Partai Demokrat, PAN dan DPD, yang dikenal dengan fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP).
Pemilihan bunyi diawali dari anggota DPD, selanjutnya oleh anggota DPR/MPR. Sebelumnya kedua calon MPR memberikan visi-misinya sebagai Ketua MPR, atas anjuran salah satu anggota melalui agresi interupsi. Penyampaian visi-misi diawali dari calon dari DPD yaitu Oesman Sapta Odang, disusul oleh Zulkifli Hasan.
Pemilihan Pimpinan MPR RI periode 2014-2019 berakhir pada pukul 02.27 dan kesudahannya hasil penghitungan bunyi memenangkan Zulkifli Hasan (paket B).
Dengan demikian Koalisi Merah Putih memenangkan pertarungan perebutan dingklik pimpinan MPR.
Demikian hasil liputan dari siaran pribadi di metro TV malam ini. Penghitungan bunyi selesai pada pukul 04. 25. Mau Paket A, mau Paket B yang menang, yang penting jangan Paketrok.

Sabtu, 04 Oktober 2014

Tidak Ada Jatah Menteri Untuk Koalisi Merah Putih, Berbahaya . "Tidak ada jatah-jatahan menteri untuk Koalisi Merah Putih. Siapa yang bilang ada jatah menteri," tegas Jokowi singkat. Pernyataan itu diucapkan usai meresmikan patung dan Boulevard Soekarno di Pemerintah Kabupaten Boyolali, Sabtu (4 Oktober 2014).

Seperti kita ketahui bahwa pada 26 September 2014, dewan perwakilan rakyat RI telah mensahkan RUU Pilkada tak eksklusif menjadi UU Pilkada. Dengan disahkannya UU ini maka ke depan Kepala Daerah, Gubernur, Bupati atau Walikota akan dipilih oleh DPRD, bukan lagi eksklusif dipilih oleh rakyat. Sedangkan sebelumnya juga dewan perwakilan rakyat RI telah mensahkan UUMD3. Konsekwensi dari UUMD3 ini yakni Ketua dewan perwakilan rakyat tidak otomatis diraih oleh Partai pemenang Pemilu (PDI-P). Namun Ketua dewan perwakilan rakyat dipilih melalui voting, yang sudah barang tentu yang akan terpilih terang dari anggota yang diajukan Partai Koalisi Merah Putih pimpinan Prabowo. Karena bunyi Koalisi Merah Putih jumlahnya akan mendominasi seluruh anggota DPR.
Intinya, mereka selalu berupaya untuk menjegal kubu sebelah (Kubu Jokowi). Rakyat is nothing.
Di Senayan sana, mereka telah menghunuskan pedangnya yang terasah tajam. Mereka saling menebas dan menyingkirkan satu sama lain. Mereka saling mengklaim bahwa apa yang dilakukannya yakni demi rakyat banyak, demi sesuap nasi bagi jutaan rakyat Indonesia yang sedang kelaparan. Tapi yang saya lihat di sana hakikatnya yakni pertarungan demi gengsi yang terkoyak oleh sebuah kekalahan yang mereka rasakan teramat getir. Duel mereka yakni duel berbalut DENDAM sesudah saling tebar fitnah di arena Pilpres. Mereka inilah penebar kebencian di antara penggalan rakyat yang berhasil dicuci otaknya. Mereka yakni badut-badut yang sedang menggila, yang menyingkirkan semua kemurnian hati dan hati nurani rakyat. Yang penting bagi Koalisi Merah Putih yakni kepuasan. Semuanya rame-rame membodohi, dan menganggap rendah intelektualitas rakyat. SBY dengan Demokratnya apalagi, menyebalkan stadium lanjut.
Lantas di manakah posisi rakyat di tengah duel para badut ini? Sekali lagi, rakyat is nothing. Mereka hanya disebut dikala kampanye. Keluguan mereka yakni alasan besar lengan berkuasa untuk dibawa-bawa dalam duel yang saling menyingkirkan itu. Rakyat hanyalah target empuk yang dilempari isu, dijejali banyak sekali gosip ihwal kondisi terbaru, dijadikan supporter setia untuk bersorak, sesudah itu saling tebang dengan mereka yang berbeda pendapat. Mereka semua badut, bedebah pula !
Kegilaan Koalisi Merah Putih itu, alhasil juga menular pada hati terdalam saya. Pikiran absurd saya berkata: “Jangan-jangan dalam waktu hanya tinggal menghitung hari ini dewan perwakilan rakyat yang tergabung dalam kelompok Koalisi Merah Putih itu, menciptakan UU Baru yang isinya Menteri Dipilih oleh DPR. Berbahaya ! Mungkinkah? Wkwkwkwkwk.......tidak ada yang mustahil bagi para badut ! Wakwakwakwak.......wkwkwkwk.....!!
Banten, 4/10/2014
Warisan Penting SBY : Jangan Bodohi Rakyat . Kau yang mulai, kamu yang mengakhiri. Begitulah. Sepuluh tahun lalu, SBY menerima sambutan luar biasa dari media massa menjelang pencalonan presiden; kini, beliau juga menerima sambutan luar biasa dari media massa, menjelang purna tugas. 

Gambar diambil dari : google
Bedanya, dulu, beliau menerima simpati dan dukungan, sehabis secara sempurna memposisikan diri sebagai pihak yang dizalimi penguasa; kini, beliau mendapatkan antipati dan kecaman, sehabis manuver politiknya mencederai perasaan publik.
Dukungan yang tiba dari rakyat ketika hendak mencalonkan menjadi presiden ketika itu, mungkin tidak sebanding dengan kecaman yang tiba dari rakyat menjelang berakhirnya kiprah kepresidenan ketika ini. Sebab, kecaman tidak saja dari media massa, tetapi juga dari media sosial. Media massa sanggup saja "menghaluskan" sumpah serapah massa, tetapi di media sosial, rakyat bebas ngomong apa saja.
Kesebalan dan kemarahan sudah demikian memuncak, sehingga politik sopan santun yang SBY serukan selama sepuluh tahun, malah berbuah kelugasan dan bahkan sarkasme massal. Tagar ShameOnYou, ShameByYou, dan ShameByYouAgain dalam media umum twitter yaitu beberapa contoh. Belum lagi caci maki yang muncul di Facebook, Youtube, dan Instagram.
SBY pun menjadi satu-satunya kepala pemerintahan yang paling banyak dikecam rakyat sendiri. Dan celakanya, kecaman itu disaksikan oleh warga dunia. Kemarahan rakyat pun menjadi berita media internasional. Akibatnya, SBY tidak jenak selama lawatannya di Amerika Serikat dan Jepang. Dia mempercepat kegiatan pulang.
Sungguh sangat tidak enak. Masa jabatan berakhir dalam hitungan hari, tapi perkara politik demikian pelik. Tak cukup minta masukan anggota kabinet dan tim ahlinya, SBY juga mengundang Yusril Ihza Mahendra ke Jepang. Ya sekadar mau dengar sarannya.
Semuanya berawal dari politik jaga gambaran yang diyakininya. Ketika publik mengecam kehendak secara umum dikuasai DPR hendak mengembalikan pemilihan kepala kawasan (pilkada) kepada DPRD, SBY mencoba meresponnya secara positif. Katanya, pilkada pribadi yaitu serpihan reformasi yang harus dipertahankan dan diperbaiki. Dia menjanjikan akan berusaha keras untuk mempertahankan pilkada langsung.
Mungkin beliau percaya, pernyataan itu sanggup meredam rakyat yang mulai gelisah. Mungkin juga beliau mengira, pernyataan itu sanggup membuatnya terlepas dari tanggung jawab: beliau sudah berkomitmen, beliau sudah berusaha keras, tetapi yang memutuskan kan DPR, bukan dirinya. Jadi, tidak perlu risau dengan tuntutan publik.
Rupanya beliau tidak menyadari, main sandiwaranya sudah diketahui banyak orang. Bagaimana tidak, sedari awal, pemerintah, melalui Kemendagri menyodorkan naskah RUU Pilkada yang berisi pemilihan gubernur oleh DPRD dan bupati/wali kota oleh rakyat. Meski dalam perjalanannya, sehabis menerima tantangan fraksi-fraksi DPR, pemerintah berubah haluan: gubernur dipilih oleh rakyat, bupati/wali kota dipilih oleh DPRD, tetap saja intinya: pemerintah ingin mengubah praktik pilkada pribadi menjadi pilkada oleh DPRD.
Apalagi ditambah dengan permainan politik di DPR, di mana Partai Demokrat sering bergonta-ganti rupa: kadang dukung pilkada oleh DPRD, kadang dukung pilkada langsung, kadang menegaskan diri menjadi penyeimbang. Semuanya menjadi jelas. SBY hanya akal-akalan pro pilkada langsung, tetapi sejatinya tidak.
Mungkin kalau beliau tidak menjanjikan akan berusaha keras mempertahankan pilkada langsung, mungkin kalau beliau tidak mengaku kecewa hasil voting, mungkin kalau beliau tidak mengaku murka terhadap agresi walk out Fraksi Partai Demokrat; kemarahan rakyat terhadap dirinya tidak sebesar ini. Paling rakyat akan menyimpulkan: ya memang perilaku politik SBY tidak mendukung pilkada langsung. Kecewa berat, dan mendapatkan kenyataan: kalah bertarung sama elit politik.
Tetapi alasannya beliau juga membohongi rakyat, maka kemarahan jadi berlipat. Kenapa? Ya alasannya pernyataan SBY selama ini sama dengan merendahkan kecerdasan dan martabat rakyat. Rakyat mana yang mau dibohongi, dibodoh-bodohi, dan direndahkan. Oleh pemimpinnya sendiri lagi. Hal ini tidak ada presedennya di masyarakat moderen mana pun. Hanya orang terbelakang yang menganggap rakyat bodoh.
Oleh : Didik Supriyanto
Sumber : Merdeka.com