Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Sabtu, 27 September 2014

Saya Tidak Akan Pilih Calon Legislatif Partai Koalisi Merah Putih . Saya ini rakyat biasa yang tidak mengerti politik. Namun demikian, saya bahagia mengikuti perkembangan politik di negeri sendiri, sehingga sedikit tahu jikalau ada dagelan-dagelan politik yang menggelitik.

Alhamdulillah saya mempunyai blog ini. Dengan demikian, saya dapat menyebarkan energi positif, pesan-pesan susila dan curhat apa saja yang saya mau. Kali ini saya memberikan pada dunia bahwa saya sangat bahagia dikala diberlakukan pemilihan kepala kawasan eksklusif (Pilkadal) oleh rakyat. Setidaknya saya dapat menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin pilihanku di daerahku. Saya tidak akan pernah menentukan calon Gubernur, Bupati atau Walikota yang diperkirakan banyak KKN. Uang sogokan berapa pun bagi saya tidak pernah dapat mempengaruhi pilihan hati nurani. Jika saya menentukan si A, maka mau tidak mau saya harus mempengaruhi seluruh keluargaku dari keluarga orang tuaku dan keluarga mertuaku termasuk teman-teman lingkunganku biar menentukan si A.
Pemilihan Kepala Daerah secara eksklusif oleh rakyat merupakan hak demokrasi seluruh rakyat. Rakyatlah yang menentukan siapa yang ingin menjadi pemimpinnya, bukan diwakilkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang sarat dengan kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga system ibarat ini akan menciptakan pemilik modal yang akan selalu menang, itu pasti. Apa yang dikatakan Ahok, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, dll. dalam menanggapi UU Pilkada yakni benar.
Kini, sesudah dewan perwakilan rakyat mengesahkan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada pada 26 September 2014, saya merasa kecewa berat. Pasalnya, dalam UU tersebut dinyatakan bahwa Pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Bupati, dan Walikota dipilih oleh DPRD. Hak demokrasi saya dikebiri dan dijegal oleh DPR. Mereka bilang katanya demokrasi terwakilkan. PD banget mereka seperti yakin bahwa rakyat sepenuhnya masih percaya pada wakilnya di parlemen.
Penggagas yang getol dan rempong mengubah system itu yakni mereka yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih pendukung Kubu Prabowo. Mereka mengatasnamakan rakyat dan berlindung pada legalitas konstitusi. Maka dari itu, sebagai unjuk kecewa, saya selamanya tidak akan pernah menentukan calon anggota legislative dari Partai Koalisi Merah Putih yang di dalamnya yakni Partai Gerindra, Golkar, PPP, PKS, PAN, dan Demokrat. Sealamanya sebelum system berubah ke pilkada langsung, sekalipun anak saya sendiri, saya tidak akan memilihnya.
Pak Muladi bilang, Pilkada eksklusif banyak mudaratnya. Saya bilang Pilkada oleh DPRD mudarat semua. Calon Bupati/Walikota dan Gubernur menyogok DPRD untuk memilihya. Kumpulkan saja mereka di suatu hotel kemudian diberi amplop segepok uang, jadilah ia kepala daerah. Selanjutnya mereka yang terpilih diperalat, dijadikan mesin ATM, dan lahan perundingan kotor dalam memuluskan setiap Perda yang dibuat. Kembali ke Orde Baru bagi saya bukan pilihan, namun sebaliknya yakni trauma stadium lanjut. Semakin jelas, dewan perwakilan rakyat tidaklah memikirkan rakyat. Berlindung pada konstitusi, mereka sibuk mencari pembenaran-pembenaran biar rakyat dapat menerimanya.
Quo Vadis Demokrasi Indonesia?

Selasa, 23 September 2014

Arah Pembangunan Pendidikan di Indonesia . Pendidikan kita rasanya mirip sedang sakit. Kualitasnya memprihatinkan, bukan saja bila dilihat dari banyak sekali hasil survey Lembaga Survey Internasional, tetapi juga dari fakta dan realitas perihal rendahnya kemampuan para lulusan sekolah kita dalam menghadapi dan menuntaskan banyak sekali persoalan.

Sekolah kita bukan menjadi kawasan yang sempurna untuk menyiapkan insan unggul, menjadi pemimpin umat yang berhasil, tetapi justru sarat masalah. Bahkan,  ada sekolah yang tidak lagi kondusif untuk menitipkan putra-putri kita.
Persoalan regulasi yang sering tumpang tindih dan implementasi yang tidak jelas, akad dan kompetensi para pengambil kebijakan dan pelaksana di bidang pendidikan yang buruk, serta rendahnya standard pelayanan minimal pendidikan menjadi penyebab utama rendahnya mutu pendidikan kita, bahkan mengakibatkan pendidikan arahnya tidak jelas, bahkan seolah tanpa arah.
Peraturan Pemerintah yang mengatur Struktur Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (waktu itu Pendidikan Nasional) menjadi alasannya ialah utama tidak efektif dan efisiensinya pelaksanaan  pembangunan pendidikan di Kemdikbud pada pemerintahan sekarang. Urusan guru tersebar di semua direktorat, semua direktorat jenderal mengurusi guru. Saat itu, mendikbud menyatakan pemikirannya bahwa mengurusi guru yang diibaratkan jalan tol, semakin banyak pintu tol, perjalanan kendaraan beroda empat semakin lancar, sungguh pikiran yang menyederhanakan persoalan, sesaat, dan berakibat fatal. Urusan guru tidak semakin baik, justru semakin ruwet, dan tumpang tindih. Guru kini banyak tertekan dan stress.
Berbagai  program dan atau pelaksanaan pendidikan tidak dirancang dengan baik dan komprehensif. Permasalahan lahir dan tumbuh bertubi-tubi. Kementerian sering bertindak sebagai pemadam kebakaran dan reaktif. Misalnya pelaksanaan UN tahun 2014, Kurikulum 2013, pembinaan guru, pemanfaatan anggaran pendidikan, sertifikasi, uji kompetensi, pembayaran TPG, guru honorer, dan sebagainya.
Pengurus Besar PGRI untuk memperlihatkan pemberian anutan semoga pendidikan ke depan lebih baik, sedang menyiapkan sebuah buku Arah Pembangunan Pendidikan di Indonesia. Buku ini dibutuhkan sanggup membantu pemerintahan gres nanti semoga pembangunan pendidikan lebih baik lagi, terutama dalam mengelola guru. Guru harus dikelola oleh sebuah Direktorat Jenderal yang khusus menangani guru, dilarang lagi tersebar di banyak sekali direktorat jenderal mirip ketika ini. PGRI juga meminta semoga Presiden yang akan tiba sanggup menentukan Menteri Pendidikan yang tepat. Selanjutnya mendikbud yang akan tiba sanggup menentukan pejabat pendidikan yang tepat, terlebih para staf ahlinya. Jangan hingga mereka dengan pikiran-pikirannya yang liar dan absurd justru punya andil merusak pendidikan.
Oleh : Dr. H. Sulistiyo, M.Pd.
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI
(Suara Guru, Edisi September – Oktober 2014).