Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Jumat, 30 Oktober 2015

Cerita Kejujuran Seorang Tukang Kayu . Suatu hari, saat seorang kakek, penebang kayu sedang menebang pohon, ia kehilangan satu-satunya kapak yang ia punya alasannya ialah terjatuh ke sungai. Dia menangis dan berdoa, sampai muncul malaikat dan bertanya kepadanya:
“Mengapa engkau menangis?”
Sambil terisak si kakek bercerita perihal satu-satunya kapak alat pencari nafkahnya telah terjatuh kedalam sungai.

Malaikat menghilang seketika dan muncul kembali dengan membawa Kapak Emas sambil bertanya: “Apakah ini kapakmu?” “Bukan,” jawab kakek itu.
Lalu malaikat menghilang lagi dan muncul kembali dengan membawa Kapak Perak sambil bertanya lagi: “Apakah ini kapakmu?” “Bukan,” sahut kakek itu sambil menggelengkan kepala.
Setelah menghilang sekejap, malaikat itu kembali lagi dengan membawa kapak yang buruk dengan gagang kayu dan mata besi. “Apakah ini kapakmu?”,
“Ya, benar ini kapak saya".
“Kamu ialah orang jujur, oleh kesudahannya saya berikan ketiga kapak ini untukmu sebagai imbalan atas kejujuranmu!”
Kakek itu pulang ke rumah dengan rasa syukur dan sukacita.
Beberapa hari kemudian, saat menyeberangi sungai, isterinya terjatuh dan hanyut ke dalam sungai. Si kakek menangis dengan murung dan berdoa.
Muncullah pula malaikat yang memberinya 3 kapak tempo hari dan bertanya:
“Mengapa engkau menangis?”
“Isteriku satu-satunya yang amat kucintai terjatuh dan hanyut kedalam sungai.”
Lalu malaikat menghilang dan muncul kembali dengan membawa Luna Maya sambil bertanya “Apakah ini isterimu?”.
“Ya.”
Malikat amat marah dan berkata “Kamu bohong! Kemana perginya kejujuranmu?”
Dengan ketakutan sambil gemetaran kakek itu berkata, “Jika saya tadi menjawab bukan, engkau akan kembali lagi dengan membawa Cut Tari dan kalau kujawab lagi bukan, engkau akan kembali dengan membawa isteriku yang tolong-menolong dan saya niscaya akan menjawab benar, kemudian engkau akan memperlihatkan ketiganya untuk menjadi isteriku. Saya ini orang bau tanah renta... mustahil saya dapat ibarat Ariel, please dech...!!”

Sabtu, 17 Oktober 2015

Benarkah Langkah Norman Kamaru Akan Segera Diikuti Briptu Eka Frestya? Media memang ngehek. Saya nggak tau ini problemnya ada di kebijakan framing pemberitaan oleh dewan redaktur, atau di tingkat intelegensi wartawan dan editornya.

Norman Kamaru (Sumber gambar: mojok.co)
Ini mengenai anggota Brimob Gorontalo yang dulu kala mendadak nyeleb. Waktu itu, semua orang tua-muda tau siapa Briptu Norman Kamaru. Di ketika yang sama, ribuan anak sekolah lupa bahwa di atas sana ada seorang lelaki berjulukan Profesor Boediono. Bayangkan, bahkan si Brimob itu mengalahkan popularitas seorang wakil presiden sebuah negara sebesar Indonesia!
(Syukurlah balada chaiya-chaiya itu tidak terjadi menjelang demam isu pemilu. Jika Norman jaya satu-dua bulan sebelum jadwal registrasi caleg untuk pemilu 2014, misalnya, saya yakin Oktober nanti ia sudah nangkring di Senayan).
Menyambut fakta indah bahwa dirinya ngetop total, Norman menentukan keluar dari dinas kepolisian. Banting setir jadi artis, meski disambut cercaan kiri-kanan yang mencemaskan masa depannya. Ia pun tampil di sana sini. Sekejap saja. Dunia hiburan mengulumnya sesaat, kemudian melepehkannya.
Hari ini (jik diedit seharusnya: beberapa waktu yang lalu), media sanggup santapan lagi. Norman jualan bubur. Dulu Brimob kondang, kini cuma tukang bubur!
Segala jenis media pun mengangkat isu itu. Karakter isi beritanya hampir semuanya seragam. “Norman kini jatuh dan harus merangkak lagi dari bawah”, “Warungnya Norman sangat sederhana”, “Badannya tampak kurus”, “Norman sepertinya harus mengakui keputusannya dulu salah”, dan setumpuk nada-nada iba lainnya.
Tak satu pun media yang memajang judul besar-besar “Mantap! Tersingkir dari Panggung Hiburan, Norman Kamaru Bangkit Makara Pengusaha!”, atau “Norman Kamaru, Dari Polisi Menjadi Entrepreneur”.
Memang akan terdengar lebih seolah-olah bunyi motivator bisnis. Tapi saya baiklah dengan teori bahwa sebuah negara akan maju dan kaya jikalau 20 persen penduduknya menjadi wirausahawan. Merekalah yang aktif memutar roda ekonomi yang sesungguhnya. Nah, alih-alih terus menjadi parasit APBN dengan makan honor Brimob, Norman kini ambil cuilan dalam barisan para pemutar roda itu.
“Iya memang ia pengusaha sih, tapi kan kasihan, mulainya dari bawah banget gitu..” Mungkin itu yang mau kalian katakan.
Jangan salah. Sepuluh tahun silam, beberapa ketika menjelang wisuda sarjana, saya dan seorang teman melaksanakan survei ke warung-warung burjo dan kantin-kantin kecil. Dari situ kami tahu bahwa keuntungan higienis tiap warung saja per bulan sanggup mendekati 2 juta. Ingat, itu angka Yogya di tahun 2004. Di ketika UMR di kota tersebut hanya sekitar 700 ribu.
Baiknya kita simpan rasa kasihan untuk Norman Kamaru. Emang kalian tahu berapa honor bulanan seorang Brimob dengan pangkat Briptu? Apa kalian kira dengan jualan bubur, di kota seriuh Jakarta, artinya Norman lebih miskin? Hohohooo!! Ditambah lagi dengan abjad Norman yang pede, kreatif, juga supel dan lucu, kalau ia sanggup meramu semua itu dengan jalan bisnisnya, tiga-empat tahun ke depan ketebalan dompetnya cuma sanggup disaingi sama Kasatlantas Polresta setempat.
Sekali lagi, media memang ngehek. Mungkin mereka sejatinya tahu bahwa tukang bubur lebih kaya daripada Brimob. Tapi isu full nada iba itu memang disengaja. Tau apa sebabnya? Ya, alasannya ialah isu mengenaskan wacana seorang figur publik memang akan selalu laku. Kenapa laku? Ya lantaran kita suka itu. Kenapa kita suka? Karena kita sanggup menontonnya sambil membatin, “Ah kalo gitu hidupku lebih mendingan ketimbang ia ya.. Hehehe.”
Makara bukan cuma media yang ngehek. Kita juga ngehek. Kamu, terutama. Iya, kamu!.
Hari ini saya kasih jempol buat Norman yang jadi tukang bubur. Sembari nunggu kabar ia naik haji, saya juga berdoa Briptu Eka Frestya akan menyusul langkahnya. Ehm, kalau yang satu itu, saya.. mau kok jadi kolega bisnisnya.
Ditulis oleh : IQBAL AJI DARYONO. Dicopas dari mojokdotco

Sabtu, 22 Agustus 2015

KAMUS BAHASA JAWA SERANG (JASENG). Mulai pada tahun pelajaran 2015/2016 secara serentak sekolah-sekolah di Kabupaten Serang dan Kota Serang Provinsi Banten memberlakukan secara resmi pelajaran muatan lokal bahasa Jawa Serang (Jaseng) atau Bahasa Jawa Banten. Pemerintah Daerah dalam hal ini terkesan terburu-buru memberlakukan mulok ini. Padahal saya yakin sebagian besar guru-guru dari level SD hingga Sekolah Menengah Pertama belum siap. What is sebab? Sebab Pemerintah Daerah belum menyiapkan sejumlah perangkatnya secara lengkap untuk menghadapi hal ini. Memang, diklat-diklat bahasa Jawa Serang sudah banyak dilakukan, namun apa isinya? Isinya hanya bagaimana cara mengajar mulok Bahasa Jawa dan teori-teori yang lain yang sifatnya normatif. Sementara tidak pernah memikirkan kondisi bergotong-royong bagaimana kemampuan guru-guru yang berbahasa sehari-harinya menggunakan bahasa Sunda.

Benar saja bukan? Kabupaten Serang misalnya, penduduk wilayah kecamatannya banyak yang berbahasa Sunda. Mudah mereka kesulitan untuk mengajarkannya kepada murid. Apalagi murid-muridnya, mendengar orang berbicara bahasa Jawa Serang saja belum pernah, sangat awam dan dianggap benar-benar baru. Di sini, guru lebih kesulitan lagi tatkala akan mencari rujukan dalam rangka menerjemahkan bahasa Jawa Serang, lantaran belum adanya Kamus Bahasa Jawa Serang yang didistribusikan ke sekolah-sekolah.
Terkesan terburu-buru. Betulkah? Ya, seharusnya guru-guru terutama guru yang berbahasa Sunda dalam kesehariannya, terlebih dahulu ditatar bahasa Jawa Serang dalam bentuk semacam Kursus walaupun hanya 1 ahad selanjutnya bertahap. Memang ada yang bilang, bahwa tidak terburu-buru, lantaran training bahasa Jawa Serang sudah sering dilakukan dan buku paketnya sudah siap (ada). Ya, justru dengan kenyataan yang kini ini, dengan adanya buku yang sudah siap itu, saya malah sempat menjadi curiga. Jangan-jangan oknum pengambil kebijakan hanya buru-buru ingin menikmati komisi buku tersebut.
Banyak guru-guru di kawasan Sunda yang mengeluh lantaran tidak bisa bahasa Jaseng. Lebih ironis lagi, banyak guru yang bahasa ibunya Jawa namun tidak bisa, lantaran Jaseng yang dipakai itu bahasa Jawa yang halus bukan Jawa kasar. Kebanyakan mereka tidak begitu mengerti Bahasa Jawa Serang yang halus.
Namun namanya usaha, sampunlah kula lakoni saos. Menawi lambat-lambat mah bangun sedanten. Ngan pecil kule krunye, asal wenten PR bahasa Jaseng, ia stress. Untung bapaknya bahasanya Jawa Serang. Tidak hanya anak saya yang bikin repot saya, tetapi juga tetangga-tetangga yang menjadi teman-teman bawah umur saya, juga kadang berdatangan ke rumah ingin diterjemahkan PR-nya. Atas dasar itulah, saya berpikir mudah-mudahan goresan pena ini sanggup bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan, sementara menunggu adanya dropping Kamus Resmi Bahasa Jawa Serang dari Pemerintah. Judulnya Kamus, bergotong-royong ini bukan Kamus. Tapi sedikit perbendaharaan kata yang sering dipakai sehari-hari, mudah-mudahan membantu. Sebab saya yakin banyak yang mencoba-coba mencari di google.
Insya Allah bertahap yang terlintas di kepala akan saya tulis untuk terus diposting di blog ini.
No.
Kosa Kata

Arti
1.       
adus
:
mandi
2.       
alit
:
kecil
3.       
ambe/lega
:
luas/lebar
4.       
antos/antosi
:
tunggu/tunggui
5.       
antuk
:
dapat
6.       
awan
:
siang
7.       
awis/larang
:
mahal
8.       
ayam
:
ayam
9.       
ayun
:
akan/mau
10.   
ayu/jéréng
:
cantik
11.   
bajing
:
tupai
12.   
bakte
:
bawa
13.   
banget
:
keras (hal suara)
14.   
banyu
:
air
15.   
batur
:
teman
16.   
belanje
:
belanja
17.   
beras
:
beras
18.   
berit
:
tikus
19.   
boten wénten
:
tidak ada
20.   
capé/cépé
:
kata (menurut siapa)
21.   
céwok
:
cebok
22.   
cungur
:
hidung
23.   
dados
:
jadi
24.   
dahar
:
makan
25.   
damel
:
kerja, buat, membuat
26.   
dangder
:
singkong
27.   
dawe/dawa
:
panjang
28.   
dédé
:
bukan
29.   
demen
:
cinta, suka
30.   
dengkul/dedengkul
:
dengkul
31.   
derebé
:
punya
32.   
déréng
:
belum
33.   
déwék
:
sendiri
34.   
dikén
:
disuruh
35.   
dinten
:
hari
36.   
dukuh
:
hutan
37.   
endas
:
kepala
38.   
eném
:
muda
39.   
enem/nenem
:
6 (enam)
40.   
gatel
:
gatal
41.   
gedang
:
pisang
42.   
gering
:
sakit
43.   
geriye
:
rumah
44.   
godong
:
daun (hal tumbuhan)
45.   
gulu
:
léhér
46.   
gulung
:
gulung
47.   
ijil
:
biji
48.   
ilat
:
lidah
49.   
ing
:
di
50.   
isungaken
:
berikan
51.   
isungi/ngisungi
:
beri/memberi
52.   
iwak
:
ikan
53.   
janggut
:
dagu
54.   
jaran
:
kuda
55.   
jejeding/jading
:
bibir
56.   
jenengé
:
namanya
57.   
jentik
:
jari
58.   
jero
:
dalam
59.   
kalih
:
dua (2)
60.   
katah
:
banyak
61.   
kebek
:
penuh
62.   
kebo
:
kerbau
63.   
kedah
:
harus
64.   
kelawan
:
dengan, dan
65.   
kelipun
:
kenapa
66.   
kéngkén
:
tolong, nyuruh
67.   
keni
:
boleh, kena
68.   
kerihin
:
dulu, duluan (mengkin kerihin : nanti dulu)
69.   
kestéla
:
papaya
70.   
kirangan
:
entah, tidak tahu
71.   
krunye
:
kasihan
72.   
kucing
:
kucing
73.   
kukur-kukur
:
garuk-garuk, bergaruk (hal gatal)
74.   
kuping
:
telinga
75.   
lake
:
tidak ada
76.   
lakoni
:
kerjakan, lakukan
77.   
lambé
:
mulut
78.   
lamuk
:
nyamuk
79.   
lanang
:
laki-laki, pria
80.   
landep
:
tajam
81.   
lare
:
sakit
82.   
lawang
:
pintu
83.   
lebet/melebet
:
masuk
84.   
leleng
:
lari
85.   
lenge/lenga
:
minyak
86.   
linggar
:
jalan kaki, pergi
87.   
linggih/calik
:
duduk
88.   
lintang
:
bintang
89.   
luruh
:
mungut
90.   
mace
:
maca, membaca
91.   
malih
:
lagi
92.   
manék
:
naik
93.   
mantang
:
ubi jalar
94.   
mantuk
:
pulang, datang
95.   
manuk
:
burung
96.   
maring
:
kepada
97.   
mate
:
mata
98.   
mateng
:
masak
99.   
medal
:
keluar
100.           
medamel
:
kerja, bekerja
101.           
melaku
:
jalan kaki
102.           
melayu
:
lari
103.           
mengkin
:
nanti
104.           
merem
:
merem, pejam
105.           
meriki
:
ke sini
106.           
meriku
:
ke situ
107.           
mireng
:
mendengar
108.           
muni
:
bunyi
109.           
muni
:
bunyi
110.           
nandur
:
nanam, menanam
111.           
nangis
:
nangis, menangis
112.           
nape
:
apa
113.           
napik
:
jangan
114.           
ngalih
:
pindah
115.           
ngebak
:
renang, berenang
116.           
ngenggé
:
memakai
117.           
ngengumbah
:
mencuci (hal pakaian atau alat rumah tangga)
118.           
nggih
:
Ya
119.           
ngilari
:
mencari
120.           
ngindel
:
masak (hal air : ngindel banyu = masak air)
121.           
ngising
:
berak, buang air besar
122.           
nguyuh
:
kencing
123.           
niki
:
ini
124.           
niku
:
itu
125.           
ningali/katingali
:
melihat, kelihatan
126.           
nyekel
:
megang
127.           
nyilih/nyambut
:
pinjam
128.           
padang
:
terang (hal sinar, cahaya, lampu)
129.           
padem
:
mati
130.           
papat
:
empat
131.           
pari
:
padi
132.           
pecil
:
anak
133.           
pedek
:
dekat
134.           
pelesir
:
piknik, tamasya
135.           
pendet
:
ambil
136.           
pened
:
bagus, kenyang (tergantung kontek kalimat)
137.           
peripun
:
bagaimana
138.           
peteng
:
gelap
139.           
pitu
:
tujuh
140.           
pundak
:
pundak
141.           
pundi
:
mana
142.           
puniku
:
itu, yaitu
143.           
rada
:
agak
144.           
rambutan
:
(buah) rambutan
145.           
rayat
:
suami atau istri  (disebut sama utk keduanya)
146.           
riki
:
sini
147.           
riku
:
situ
148.           
sampun
:
sudah
149.           
sange
:
sembilan
150.           
sangkreh/sesangkreh
:
sampah
151.           
saos
:
saja
152.           
sareng
:
dengan, bersama
153.           
sekola
:
sekolah
154.           
sekul
:
nasi
155.           
selikur
:
21 (dua puluh satu)
156.           
semut
:
semut
157.           
sengén
:
dahulu (dahulu kala)
158.           
sengit
:
benci
159.           
serngéngé/seréngé
:
matahari
160.           
sesarengan
:
bareng-bareng, bersama-sama
161.           
sewelas
:
11 (sebelas)
162.           
sikil
:
kaki
163.           
sikut
:
siku
164.           
silit
:
pantat
165.           
sing
:
yang
166.           
sinten
:
siapa
167.           
sios
:
1 (satu)
168.           
sipeng
:
malam
169.           
sire/sampéan
:
kamu
170.           
suare
:
suara, bunyi
171.           
sugih
:
kaya
172.           
tandur
:
tanam, ditandur = ditanam, tandur = nanam padi
173.           
tangan
:
tangan
174.           
tatag
:
tepat waktu, pagi-pagi sekali
175.           
telu
:
3 (tiga)
176.           
ténggé/ténggéni
:
tunggu/tunggui
177.           
tilem
:
tidur
178.           
tumbas/tuku
:
beli, membeli
179.           
tuwe/tue
:
tua
180.           
ugah
:
juga
181.           
ule / ula
:
ular
182.           
uning
:
tahu
183.           
untu
:
gigi
184.           
wadé
:
jual, wadéan = jualan
185.           
wadon
:
perempuan
186.           
walang
:
belalang
187.           
wasta/wastané
:
nama, namanya
188.           
wedos
:
takut
189.           
wedus
:
kambing
190.           
wénten
:
ada
191.           
wentis
:
betis
192.           
weteng
:
perut
193.           
wewisuh
:
cuci tangan atau kaki
194.           
wiwitan/wit
:
pepohonan/pohon
195.           
wolu
:
8 (delapan)
196.           
wong
:
orang
197.           
wong tuwe
:
orang bau tanah (ibu-bapak) atau umum
198.           
wudel
:
bujal
199.           
wulan
:
bulan
200.           
wulu
:
bulu

Terima kasih, agar bermanfaat mohon koreksi apabila ada kesalahan. Tunggu postingan berikutnya, masih perihal kamus bahasa Jawa Serang. Nah, bergotong-royong sudah ada sih website yang agak lengkap dan bagus isinya. Di situ baik bahasa Jawa garang maupun halus ada, silahkan kunjungi di BANTENOLOGI.