Pejuang-Pejuang di KPPS Pemilu 2014. Ide untuk menulis perihal bagaimana usaha Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) ini sudah muncul semenjak saya menyaksikan bahkan ikut membantu salah satu TPS yang bekerja hingga jam 03.00 (subuh). Ketika TPS-TPS yang lain semenjak jam 23.00 sudah sukses melaporkan segalanya ke PPS (Panitia Pemungutan Suara) tingkat Desa, TPS yang satu ini malah terpaksa harus molor hingga jam 03.00 karena adanya kekeliruan menghitung surat suara. Dari surat bunyi DPRD kabupaten hingga DPR RI semuanya dihitung ulang hingga tuntas. Tulisan ini lantas gres sempat diupdate sekarang, alasannya sudah 2 ahad lebih sesudah Pemilu, komputerku rusak.
Bekerja hingga larut malam bahkan hingga pagi, yang dilakukan oleh TPS tadi yaitu akhir dari adanya keteledoran mereka. Makara itu yaitu kesalahan mereka sendiri. Terpaksa mereka harus bekerja dua kali lipat waktu dengan kondisi fisik yang lesu, gerah, pikiran mumet dan mengantuk. Insentif mereka hanya 300.000. Seandainya diibaratkan bisnis borongan, maka mereka itu dikatakan merugi alias tetombok. Bagi TPS yang kelar sesudah waktu magrib, dengan gaji 300.000 rupiah itu terbilang lumayanlah. Lalu apakah hanya petugas KPPS saja yang dianggap rugi jikalau bekerja hingga subuh? Ternyata yang merasa rugi terlebih-lebih para saksi partai atau caleg. Sebab mereka juga harus ikut begadang mengawasi jalannya proses di TPS hingga pembuatan Berita Acara selesai. Padahal, mereka hanya mendapatkan gaji sebesar 100.000 rupiah, itu pun ada yang honornya masih digantung dan akan dibayar lunas apabila sudah laporan. Banyak para saksi yang mengaku menyesal jadi saksi. Salah seorang saksi dari PKS, Ririn mengaku lebih baik dagang daripada jadi saksi. Ririn, biasa berdagang di tempat-tempat keramaian mengakui biasa menerima laba sekitar 200.000 hingga sore.
Baik Ketua KPPS, anggota KPPS, Linmas maupun para saksi, toh tidak ada yang lepas dari tanggung jawab. Mereka konsisten dan kesepakatan untuk bekerja hingga kelar dan benar. Mereka tetap nampak semangat walaupun matanya sudah sayu bagai lampu 5 watt. Mereka, baik TPS yang final hingga jam 23 malam maupun pagi, pada prinsipnya bekerja demi suksesnya mendokumentasikan aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui surat bunyi untuk kemudian dilaporkan kepada PPS.
| Ketua KPPS membuka dan menghitung Surat Suara bersama anggota |
| Bekerja kolektif kolegial, Linmas pun ikut membantu demi cepatnya proses kerja. Di depan kertas Plano Bapak Jaenudin sudah menahan kantuk matanya bagai lampu 5 watt |
| Bapak Barno khusus menangani aneka macam form Berita Acara di TPS 6 |
| Sebanyak 6 orang saksi masih setia menyaksikan jalannya penghitungan bunyi walaupun sudah larut malam. Kang Ririn menggunakan peci saksi dari PKS |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar